
Deru kendaraan silih
berganti, asap mengepul disetiap jalan. Namun dia tetap berdiri dan
bernyanyi disana untuk mendapatkan sekeping uang logam. Kesehatan telah
mereka lupakan, dengan alasan perut mereka langgar peraturan. Gemericik
air hujan tak memudarkan semangat mereka bahkan cacian dan makian
orangpun hanya melewati telinga mereka. Terkadang mereka masih harus
menyetorkan hasil kerja kepada para preman agar mereka tak dipukuli dan
aniaya.
Anak kecil, remaja, demasa, dan orang
tuapun berada pada tempat yang sama untuk bekerja. Berdiri di setiap
jendela mobil dengan bernyanyi, terkadang menggendong anak kecil mereka
lakukan. Pagi, siang, bahkan dinginnya malampun mereka tetap bekerja.
Suatu ketika, saat dia sedang mencari
uang, teman-temannya memanggilnya dengan berlari dan berada di samping
setiap mobil. Mobil coklat muda dengan bak terbuka dengan pelan melaju
di seberang jalan. Diapun berjalan mendekati pembatas jalan yang
ditanami pepohonan di tengah jalan.
Yah kejadian seperti itu terjadi di
perempatan dekat BankIndonesia. Dengan menunduk dan melihat sekeliling
mereka berjalan menyusuri pembatas jalan, menempel, agar tidak ada yang
melihat mereka dari seberang jalan. Mobil coklat tadi semakin pelan
berjalan dengan beberapa pamong praja didalamnya, mereka mencari para
anak jalanan dan gelandangan yang mereka anggap mengkotori sudut-sudut
perkotaanSurakarta.Parapengamen kecil tersebutpun menyeberang masuk ke
Kampung Baru, bersembunyi di bawah sinar rembulan pada malam hari.
Pamong Praja menghentikan mobilnya,
dengan hati-hati mereka menyelinap mengikuti para anak jalanan hendak
bersembunyi. Berbagai upaya mereka lakukan, memasuki kampung, dan
berkeliling di jalan-jalan, namun mereka tak mendapati apa yang mereak
cari. Usaha anak jalanan pun tak sia-sia, mereka lolos dari razia
petugas pemerintah. Namun masalah belumlah selesai begitu saja. Mereka
harus kembali bekerja demi menghidupi keluarga atau hanya menghidupi bos
mereka. Langkah-langkah kecil tercipta di keramaian jalan raya, dengan
mata mengitari sudut jalan, mengawasi apakah masih terdapat petugas yang
berja merekapun kembali ke stand-stand mereka bekerja. Lampu merah
berganti hijau, uangpun melayang kembali. 10 detik mereka menunggu,
lampu merahpun menyala. 40 – 60 detik adalah waktu berharga bagi mereka,
waktu sesingkat itu adalah waktu kerja mereka. Berjalan disetiap
kendaraan dan berhenti di sebelah jendela lalu bernyanyi atau hanya
membukakan tangan agar para pengendara memberi mereka sekeping uang
logam.
Malam menjadi semakin larut, lalu lalang
kendaraan surut. Uang yang mereka perolehpun sedikit, karena terhalang
razia. Jika mereka terkena razia mungkin hidup mereka menjadi lebih
enak, namun siapa yang akan menghidupi keluarga mereka. Jika hanya
sepuluh ribu rupiah yang didapat, mereka sudah senang dan pulang kerumah
dengan wajah berseri. Entah berapa kepala yang akan mereka hidupi
dengan uang itu namun mereka tetap bergembira hati. Terkadang makanan
sisapun masuk kedalam perut, hanya untuk memenuhi keinginan lambung.
Mereka mengakui jika mereka mengotori pemandangankota, namun adakah
masih adakah tempat untuk mereka dan orang tua mereka bekerja.
Panas terik tak mereka hiraukan, hujan
lebatpun mereka terima. Tiada keluh kesah yang terucap dari mulut
mereka. Hanya rasa syukur ketika mereka tidak tertangkap razia dan
mendapatkan banyak uang yang mereka ucap. Itulah sedikit kisah yang
dapat menggambarkan para anak jalanan yang sedang bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar